Inilah Waktu-Waktu Terlarang Untuk Shalat
Syahida.com – Telah
kami ketengahkan dalil-dalil yang menjelaskan larangan mengerjakan
shalat setelah Subuh sampai terbitnya matahari dan shalat Ashar sampai
terbenamnya matahari. Kami pun telah menyebutkan bahwa larangan
mengerjakannya di awal waktu setelah Subuh dan Ashar bersifat ringan;
dibolehkan mengerjakan shalat jika ada sebabnya. Tidak makruh hukumnya
saat demikian. Berbeda dengan saat terbit dan terbenamnya matahari,
dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, larangan pada saat ini
bersifat keras. Di dua waktu ini dilarang shalat, kecuali shalat wajib.
Karena waktu terlarang bagian pertama dan
bagian kedua bersambung, baik dari setelah Subuh sampai terbitnya
matahari ataupun dari setelah Ashar sampai terbenamnya matahari, maka
semestinya kita mengetahui kadar waktu larangan keras supaya kita bisa
menghindari shalat di saat itu. Waktu larangan keras ini dijelaskan oleh
beberapa hadist.
- Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu. Katanya Rasalullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila matahari mulai muncul, tundalah shalat sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang, tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.”[1]
- Bilal radhiyallahu anhu bertutur, “Tidaklah shalat itu dilarang kecuali saat terbitnya matahari. Sesungguhnya ia terbit di antara dua tanduk setan.”[2]
- Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Salmi pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Nabi Allah, sungguh saya akan bertanya kepadamu tentang sesuatu yang engkau tahu dan saya tidak tahu.” “Apakah itu?” tanya Nabi. Shafwan bertanya, “Adakah waktu di malam hari dan di siang hari yang shalat makruh pada waktu itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya. Jika kamu telah mengerjakan shalat Subuh, janganlah mengerjakan shalat sampai matahari terbit. Jika telah terbit, silakan shalat; sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai matahari tegak di atas kepalamu seperti tombak. Jika matahari tegak di atas kepalamu, sesungguhnya waktu itu neraka Jahannam dinyalakan dan pintu-pintunya di buka sampai matahari bergeser ke sisi kananmu. Jika matahari telah bergeser ke sisi kananmu, silahkan kamu shalat. Sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai kamu shalat Ashar.”[3]
- Musa bin Ali meriwayatkan dari ayahnya dari Uqbah bin Amir Al-Juhanni radhiyallahu anhu, katanya, “Ada tiga waktu yang kita dilarang melakukan shalat atau mengubur mayat oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas sampai tergelincir, dan ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam.”[4]
Dari hadist-hadist di atas dapat dipahami
bahwa seseorang boleh mengerjakan shalat kapan saja, malam atau pun
siang, kecuali waktu-waktu yang terlarang. Waktu-waktu itu adalah:
- Saat Syuruq. Yaitu saat matahari mulai dan tampak sampai setinggi tombak. Waktu terlarang ini sekitar 15 menit.
- Waktu Zhahirah. Yaitu saat matahari tepat di tengah langit, saat tidak ada bayangan bagi orang yang berdiri. Apabila bayang-bayang sudah mulai terlihat, masuklah waktu Dzuhur dan shalat puun diperkenankan.[5]
- Ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam seluruhnya. Jika sudah terbenam, masuklah Maghrib dan shalat pun diperkenankan. Wkatu terlarang di saat ini kira-kira 15 menit.
Ketiga waktu di atas adalah waktu dilarang
shalat sunnah walaupun ada sebabnya. Bahkan larangannya sampai ke
tingkatan haram. Atau dalam istilah madzhab Hanafi makruh tahrim.
Terutama saat terbit matahari dan saat terbenamnya. Inilah pendapat yang
dipegang Umar bin Khaththan, Ummul Mukminin Aisyah, Abdullah bin Umar,
Abdullah bin Zubair, Ibnu Sirin, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.[6]
Ini juga pendapat madzhab Imam Malik bin
Anas. Namun Imam Malik bin Anas tidak melarang shalat saat tengah hari.
Beliau mengaharamkan shalat sunnah walaupun ada sebabnya di saat
matahari terbit dan terbenam.
Adapun menurut para ulama madzhab Hambali
dan Hanafi, penulis Al-Mughni mengatakan, “Mengqadha’ shalat sunnah dan
mengerjakan shalat sunnah yang memiliki sebab seperti shalat Tahiyatul
masjid, shalat Gerhana, dan sujud Tilawah pada waktu-waktu terlarang
adalah tidak boleh menurut madzhab (Hambali).” Kemudian beliau
menyatakan bahwa ini juga pendapat Ashhabur Ra’yi (madzhab Hanafi).
Selanjutnya beliau mengetengahkan
pernyataan mereka yang membolehkannya. Lantas beliau menolaknya dengan
berkata, “Menurut kami, larangan itu untuk mengharamkan, sementara
perintah (mengerjakan amalan sunnah) adalah nadb (sunnah). Meninggalkan
yang haram lebih utama daripada mengerjakan yang sunnah. Tentang
pernyataan mereka bahwa perintah ini khusus berkenaan dengan shalat,
kami katakan: akan tetapi perintah itu umum di sembarang waktu,
sementara larangannya khusus di waktu itu. maka larangan ini
didahulukan. Dan tidaklah benar mengqiyaskannya dengan qadha’ shalat
setelah Ashar; sebab larangan di sini sifatnya lebih ringan.”[7]
Ibnu Sirin telah menyusun ungkapan yang
bagus dan ringkas. Dia berkata, “Shalat dimakruhkan pada tiga waktu dan
diharamkan pada dua waktu. Dimakruhkan setelah Ashar, setelah Subuh dan
di tengah hari saat panas menyengat. Diharamkan ketika matahari mulai
terbit sampai benar-benar tampak semuanya dan ketika warnanya memerah
sampai benar-benar tenggelam.”[8]
“Apabila matahari muncul, tundalah shalat
sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang,
tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.” [Syahida.com]
Sumber: Sulitkah Shalat Subuh Tepat Waktu? oleh Samir Al-Qarny bin Muhammad
- Muslim hadist no. 829.
- Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, para periwayatnya adalah para periwayat Ash-Shahih. Demikian disebut di dalam Majma’ Az-Zawaid 2/226.
- Ahmad, di dalam Al-Fath Ar-Rabbani 2/ 290, para periwayatnya orang-orang yang tsiqqah.
- Mukhtashar Shahih Muslim hadist no. 219, Shahih Sunan An-Nasa’i hadist no. 546, dan Shahih Sunan Ibnu Majah hadist no. 1519.
- Waktu larangan shalat sebelum Dzuhur ini sekitar satu atau dua menit.
- Di dalam Fath Al-Bari Ibnu Hajar 2/ 359 menulis, “Sebagian ulama membedakan antara larangan shalat setelah Subuh dan Ashar dengan larangan shalat ketika terbitnya matahari dan ketika terbenamnya. Mereka mengatakan, pada waktu dua waktu
- Al-Mughni 1/ 758. Di dalam As-Sail Al-Jarrar 1/189 menulis, “Yang lebih tepat adalah meninggalkan Tahiyyatul Masjid pda waktu-waktu larangan. Dan semestinya orang-orang yang berhati-hati dalam agamanya tidak memasuki masjid pada jam-jam itu, dan kalau memasukinya untuk suatu keperluan tidak usahlah duduk disana.” Di dalam Nail Al-Authar 3/ 69 beliau menulis, “Yang terbaik bagi orang yang wara’ adalah tidak masuk masjid di waktu-waktu larangan.” Saya katakan, “Perlu diketahui bahwa Asy-Syaukani termasuk yang mewajibkan Tahiyyatul Masjid.”
- ‘Abdur Razzaq meriwayatkan dari Hisyam bin Hissa dari Ibnu Sirin. At-Tamhid 13/82.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar