Jumat, 17 Maret 2017

Jual Beli Islam

Pengertian,Rukun,Syarat Dan Macam Jual Beli Islam                                                                       Zaman semakin berkembang, teknologi pun semakin maju dan banyak produk-produk yang dihasilkan dari teknologi yang membantu pekerjaan manusia, akan tetapi hal itu juga menjadi pro dan kontra. Diantaranya dalam transaksi jual-beli yang dilaksanakan oleh manusia.

Hal ini ditunjukkan dengan adanya jual beli di dunia maya, contoh jual beli lewat internet, online dan lain-lain. Jual beli barang najis seperti anjing, babi, dan sebagainya. Dalam Islam segala sesuatunya telah diatur dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Begitu juga dalam Al-Qur'an dan as-sunnah dan dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.



A. Pengertian Jual-Beli

Secara bahasa al-ba’ (menjual) berarti “mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu”. Dan merupakan sebuah nama yang mencakup pengertian terhadap kebalikannya yakni al-syira’ (membeli). Demikian al-ba’ sering diterjemahkan dengan “jual-beli”.

Menurut etimologi jual-beli diartikan

مقابلة الشيئ بالشيئ.

 “Pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain”.

Menurut terminologi, para fuqaha menyampaikan pendapatnya berbeda-beda: Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’

مقاباة بال بمال تمليكا.

“Pertukaran harta dengan harta untuk tujuan kepemilikan”.

Ibn Qudamah menyampaikan sebagai berikut: “Mempertukarkan harta dengan harta denga tujuan pemilikan dan penyerahan milik”.

Landasan syara’

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا (البقرة: 275)

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Qs. Al-Baqarah: 275)

سئل النبى صلى الله عليه وسلم: اي الكسب أطيب ؟ فقد عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور

B. Rukun Jual-Beli

Dalam menetapkan rukun jual beli diantara para ulama terjadi perbedaan. Menurut Ulama Hanafiah, rukun jual beli adalah ijab Qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridha baik ucapan maupun perbuatan.

Menurut Jumhur Ulama ada empat rukun jual beli, yaitu:
Pihak penjual (Ba’i)
Pihak pembeli (mustari)
Ijab Qabul (Sighat)
Obyek jual beli (Ma’qus alaih)

C. Syarat Jual-Beli

1. Syarat jual beli menurut madzhab Hanafiyah
Dalam akad jual beli harus disempurnakan empat (4) syarat, yaitu:
Syarat In’iqad (dibolehkan oleh syar’i)
Syarat Nafadz (harus milik pribadi sepenuhnya)
Syarat Umum (terbebas dari cacat)
Syarat Luzum (Syarat yang membebaskan dari khiyar)

2. Syarat jual beli menurut madzhab Malikiyah
Malikiyah merumuskan 3 macam syarat jual beli, yaitu:
Aqid
Sighat
Obyek Jual Beli

3. Syarat jual beli menurut madzhab Syafi’iyah
Syafi’iyah merumuskan dua kelompok persyaratan jual beli, yaitu:
Ijab Qabul
Obyek Jual beli.

4. Menurut Madzhab Hanabilah
Madzhab Hanabilah merumuskan tiga kategori syarat jual beli, yaitu:
Aqid
Sighat
Obyek Jual Beli.

Contoh-contoh kasus jual beli kaitannya dengan pemenuhan persyaratan:

Ba’i al-Muaththah (jual beli dengan saling memberi dan menerima)
Yakni kasus jual beli dimana dua pihak sepakat atas penukaran barang dan harga sehingga masing-masing menerima dan menyerahkan hak dan kewajiban tanpa disertai ijab dan qabul.
Jual beli anak kecil yang mumayyiz
Ba’i al-Mukrih (jual beli orang yang dipaksa)
Ba’i al-Taljiah
Yakni jual beli yang disamarkan atau dinisbatkan kepada pihak ketiga karena adanya kekhawatiran timbulnya penganiayaan dari pihak lain atas sebagian hartanya.
Ba’i al-Fudhuliy
Yakni jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak mempunyai kewenangan (wilayah) atasnya.

D. Obyek Jual Beli Mabi’ dan Tsaman

Hanafiyah membedakan obyek jual-beli menjadi dua, yaitu:

Mabi’ (barang yang dijual)
Yaitu sesuatu yang dapat dikenali (dapat dibedakan) melalui sejumlah kriteria tertentu.
Tsaman (harga)
Yaitu sesuatu yang tidak dapat dikenali (tidak dapat dibedakan dari lainnya) melalui kriteria tertentu.
Perbedaan antara Tsaman, Qimah dan Dain:

Tsaman adalah harga yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam sebuah akad, sedangkan Qimah adalah harga (nilai) yang berlaku secara umum. Adapun Dain adalah harga yang dibabankan kepada pihak lain karena sebab-sebab iltizam.

E. Jual Beli Bathil dan Fasid

Sah atau tidaknya akad jual beli bergantung pada pemenuhan syarat dan rukunnya. Dari sudut pandangan ini, jumhur fuqaha membagi hukum jual beli menjadi dua, yaitu shahih dan ghairu shahih. Sedangkan menurut Hanafiyah dibagi menjadi tiga, yaitu shahih, bathil, fasid.

Menurut Hanafi, jual beli yang bathil adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan tidak diperkenankan oleh syara’. Sedangkan jual beli fasid adalah jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya.

Contoh kasus jual beli yang fasid dan bathil.

Bai’ al-Ma’dum (jual beli atas barang yang tidak ada)
Seluruh madzhab sepakat atas batalnya jual beli ini. Seperti jual beli janin di dalam perut induknya dan jual beli buah yang belum tampak.
Bai’ al-Ma’juz al-Taslim (jual beli barang yang tidak mungkin dapat disunnahkan)
Kesepakatan seluruh imam madzhab bahwasanya jual beli seperti ini tidak sah. Contoh jual beli burung terbang di udara, budak yang melarikan diri, ikan dalam sungai dan lain-lain.
Bai’ al-Gharar
Yakni jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjualbelikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya, atau tidak mungkin dapat diserahterimakan. Menurut Jumhur, jual beli fasid dipandang tidak berlaku dan sama sekali tidak menimbulkan peralihan hak milik meskipun pihak pembeli telah menguasai barang yang diperjualbelikan.

F. Pembagian Macam-macam Jual Beli

Dari aspek obyeknya, jual beli dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

Bai’ al-Muqayyadah
Yaitu jual beli barang dengan barang yang biasa disebut jual beli barter.
Bai’ al-Muthlaq
Yaitu jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan harga secara mutlak.
Bai’ al-Sharf
Yaitu menjualbelikan alat pembayaran dengan yang lainnya.
Bai’ al-Salam
Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi’ melainkan berupa dain (tanggungan)Hal ini ditunjukkan dengan adanya jual beli di dunia maya, contoh jual beli lewat internet, online dan lain-lain. Jual beli barang najis seperti anjing, babi, dan sebagainya. Dalam Islam segala sesuatunya telah diatur dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Begitu juga dalam Al-Qur'an dan as-sunnah dan dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.

Waktu Terlarang Untuk Shalat

Inilah Waktu-Waktu Terlarang Untuk Shalat

Ilustrasi. (Foto : dinalislam1.wordpress.com)
Ilustrasi. (Foto : dinalislam1.wordpress.com)
Syahida.comTelah kami ketengahkan dalil-dalil yang menjelaskan larangan mengerjakan shalat setelah Subuh sampai terbitnya matahari dan shalat Ashar sampai terbenamnya matahari. Kami pun telah menyebutkan bahwa larangan mengerjakannya di awal waktu setelah Subuh dan Ashar bersifat ringan; dibolehkan mengerjakan shalat jika ada sebabnya. Tidak makruh hukumnya saat demikian. Berbeda dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, larangan pada saat ini bersifat keras. Di dua waktu ini dilarang shalat, kecuali shalat wajib.
Karena waktu terlarang bagian pertama dan bagian kedua bersambung, baik dari setelah Subuh sampai terbitnya matahari ataupun dari setelah Ashar sampai terbenamnya matahari, maka semestinya kita mengetahui kadar waktu larangan keras supaya kita bisa menghindari shalat di saat itu. Waktu larangan keras ini dijelaskan oleh beberapa hadist.
  1. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu. Katanya Rasalullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila matahari mulai muncul, tundalah shalat sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang, tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.”[1]
  2. Bilal radhiyallahu anhu bertutur, “Tidaklah shalat itu dilarang kecuali saat terbitnya matahari. Sesungguhnya ia terbit di antara dua tanduk setan.”[2]
  3. Shafwan bin Al-Mu’aththal As-Salmi pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Nabi Allah, sungguh saya akan bertanya kepadamu tentang sesuatu yang engkau tahu dan saya tidak tahu.” “Apakah itu?” tanya Nabi. Shafwan bertanya, “Adakah waktu di malam hari dan di siang hari yang shalat makruh pada waktu itu?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Ya. Jika kamu telah mengerjakan shalat Subuh, janganlah mengerjakan shalat sampai matahari terbit. Jika telah terbit, silakan shalat; sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai matahari tegak di atas kepalamu seperti tombak. Jika matahari tegak di atas kepalamu, sesungguhnya waktu itu neraka Jahannam dinyalakan dan pintu-pintunya di buka sampai matahari bergeser ke sisi kananmu. Jika matahari telah bergeser ke sisi kananmu, silahkan kamu shalat. Sesungguhnya shalat (saat itu) dihadirkan dan diterima sampai kamu shalat Ashar.”[3]
  4. Musa bin Ali meriwayatkan dari ayahnya dari Uqbah bin Amir Al-Juhanni radhiyallahu anhu, katanya, “Ada tiga waktu yang kita dilarang melakukan shalat atau mengubur mayat oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika matahari tepat berada di atas sampai tergelincir, dan ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam.”[4]
Dari hadist-hadist di atas dapat dipahami bahwa seseorang boleh mengerjakan shalat kapan saja, malam atau pun siang, kecuali waktu-waktu yang terlarang. Waktu-waktu itu adalah:
  1. Saat Syuruq. Yaitu saat matahari mulai dan tampak sampai setinggi tombak. Waktu terlarang ini sekitar 15 menit.
  2. Waktu Zhahirah. Yaitu saat matahari tepat di tengah langit, saat tidak ada bayangan bagi orang yang berdiri. Apabila bayang-bayang sudah mulai terlihat, masuklah waktu Dzuhur dan shalat puun diperkenankan.[5]
  3. Ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam seluruhnya. Jika sudah terbenam, masuklah Maghrib dan shalat pun diperkenankan. Wkatu terlarang di saat ini kira-kira 15 menit.
Ketiga waktu di atas adalah waktu dilarang shalat sunnah walaupun ada sebabnya. Bahkan larangannya sampai ke tingkatan haram. Atau dalam istilah madzhab Hanafi makruh tahrim. Terutama saat terbit matahari dan saat terbenamnya. Inilah pendapat yang dipegang Umar bin Khaththan, Ummul Mukminin Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Sirin, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.[6]
Ini juga pendapat madzhab Imam Malik bin Anas. Namun Imam Malik bin Anas tidak melarang shalat saat tengah hari. Beliau mengaharamkan shalat sunnah walaupun ada sebabnya di saat matahari terbit dan terbenam.
Adapun menurut para ulama madzhab Hambali dan Hanafi, penulis Al-Mughni mengatakan, “Mengqadha’ shalat sunnah dan mengerjakan shalat sunnah yang memiliki sebab seperti shalat Tahiyatul masjid, shalat Gerhana, dan sujud Tilawah pada waktu-waktu terlarang adalah tidak boleh menurut madzhab (Hambali).” Kemudian beliau menyatakan bahwa ini juga pendapat Ashhabur Ra’yi (madzhab Hanafi).
Selanjutnya beliau mengetengahkan pernyataan mereka yang membolehkannya. Lantas beliau menolaknya dengan berkata, “Menurut kami, larangan itu untuk mengharamkan, sementara perintah (mengerjakan amalan sunnah) adalah nadb (sunnah). Meninggalkan yang haram lebih utama daripada mengerjakan yang sunnah. Tentang pernyataan mereka bahwa perintah ini khusus berkenaan dengan shalat, kami katakan: akan tetapi perintah itu umum di sembarang waktu, sementara larangannya khusus di waktu itu. maka larangan ini didahulukan. Dan tidaklah benar mengqiyaskannya dengan qadha’ shalat setelah Ashar; sebab larangan di sini sifatnya lebih ringan.”[7]
Ibnu Sirin telah menyusun ungkapan yang bagus dan ringkas. Dia berkata, “Shalat dimakruhkan pada tiga waktu dan diharamkan pada dua waktu. Dimakruhkan setelah Ashar, setelah Subuh dan di tengah hari saat panas menyengat. Diharamkan ketika matahari mulai terbit sampai benar-benar tampak semuanya dan ketika warnanya memerah sampai benar-benar tenggelam.”[8]
“Apabila matahari muncul, tundalah shalat sampai ia benar-benar tampak. Apabila matahari mulai menghilang, tundalah shalat sampai ia benar-benar terbenam.” [Syahida.com]
Sumber: Sulitkah Shalat Subuh Tepat Waktu? oleh Samir Al-Qarny bin Muhammad
  1. Muslim hadist no. 829.
  2. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, para periwayatnya adalah para periwayat Ash-Shahih. Demikian disebut di dalam Majma’ Az-Zawaid 2/226.
  3. Ahmad, di dalam Al-Fath Ar-Rabbani 2/ 290, para periwayatnya orang-orang yang tsiqqah.
  4. Mukhtashar Shahih Muslim hadist no. 219, Shahih Sunan An-Nasa’i hadist no. 546, dan Shahih Sunan Ibnu Majah hadist no. 1519.
  5. Waktu larangan shalat sebelum Dzuhur ini sekitar satu atau dua menit.
  6. Di dalam Fath Al-Bari Ibnu Hajar 2/ 359 menulis, “Sebagian ulama membedakan antara larangan shalat setelah Subuh dan Ashar dengan larangan shalat ketika terbitnya matahari dan ketika terbenamnya. Mereka mengatakan, pada waktu dua waktu
  7. Al-Mughni 1/ 758. Di dalam As-Sail Al-Jarrar 1/189 menulis, “Yang lebih tepat adalah meninggalkan Tahiyyatul Masjid pda waktu-waktu larangan. Dan semestinya orang-orang yang berhati-hati dalam agamanya tidak memasuki masjid pada jam-jam itu, dan kalau memasukinya untuk suatu keperluan tidak usahlah duduk disana.” Di dalam Nail Al-Authar 3/ 69 beliau menulis, “Yang terbaik bagi orang yang wara’ adalah tidak masuk masjid di waktu-waktu larangan.” Saya katakan, “Perlu diketahui bahwa Asy-Syaukani termasuk yang mewajibkan Tahiyyatul Masjid.”
  8. ‘Abdur Razzaq meriwayatkan dari Hisyam bin Hissa dari Ibnu Sirin. At-Tamhid 13/82.

Sholat Tahajud


Keajaiban Sholat Tahajud


“Jika matahari sudah terbenam, aku gembira dengan datangnya malam dan manusia tidur karena inilah saat hanya ada Allah dan aku.”
Sejarah telah mencatat bahwa Rasulullah Saw dan para sahabat selalu melaksanakan shalat tahajud. Shalat tahajud adalah shalat yang sangat mulia. Keajaiban melaksanakan shalat tahajud telah tercatat dalam alquran. Ada beberapa keajaiban shalat tahajud seperti berikut ini:

1. Shalat Tahajud sebagai tiket masuk surga

Abdullah Ibn Muslin berkata “kalimat yang pertama kali ku dengar dari Rasulullah Saw saat itu adalah, “Hai sekalian manusia! Sebarkanlah salam, bagikanlah makanan, sambunglah silaturahmi, tegakkan lah shalat malam saat manusia lainnya sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

2. Amal yang menolong di akhirat

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan di mata air-mata air, seraya mengambil apa yang Allah berikan kepada mereka. Sebelumnya mereka adalah telah berbuat baik sebelumnya (di dunia), mereka adalah orang-orang yang sedikit tidurnya di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah).” (QS. Az Zariyat: 15-18)
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang senantiasa bertahajud Insya Allah akan mendapatkan balasan yang sangat nikmat di akhirat kelak.

3. Pembersih penyakit hati dan jasmani

Salman Al Farisi berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Dirikanlah shalat malam, karena sesungguhnya shalat malam itu adalah kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kamu, (shalat malam dapat) mendekatkan kamu kepada tuhanmu, (shalat malam adalah) sebagai penebus perbuatan buruk, mencegah berbuat dosa, dan menghindarkan diri dari penyakit yang menyerang tubuh.” (HR. Ahmad)

4. Sarana meraih kemuliaan

Rasulullah Saw bersabda, “Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati, cintailah orang yang engkau suka, karena engkau akan berpisah dengannya, lakukanlah apa keinginanmu, engkau akan mendapatkan balasannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya kemuliaan seorang muslim adalah shalat waktu malam dan ketidakbutuhannya di muliakan orang lain.” (HR. Al Baihaqi)

5. Jalan mendapatkan rahmat Allah

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati laki-laki yang bangun malam, lalu melaksanakan shalat dan membangunkan istrinya. Jika sang istri menolak, ia memercikkan air di wajahnya. Juga, merahmati perempuan yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan suaminya. Jika sang suami menolak, ia memercikkan air di wajahnya.” (HR. Abu Daud)

6. Sarana Pengabulan permohonan

Allah SWT berjanji akan mengabulkan doa orang-orang yang menunaikan shalat tahajud dengan ikhlas. Rasulullah Saw Bersabda,
“Dari Jabir berkata, bahwa nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya di malam hari , ada satu saat yang ketika seorang muslim meminta kebaikan dunia dan akhirat, pasti Allah memberinya, Itu berlangsung setiap malam.” (HR. Muslim)

7. Penghapus dosa dan kesalahan

Dari Abu Umamah al-Bahili berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Lakukanlah Qiyamul Lail, karena itu kebiasaan orang saleh sebelum kalian, bentuk taqarub, penghapus dosa, dan penghalang berbuat salah.” (HR. At-Tirmidzi)

8. Jalan mendapat tempat yang terpuji

Allah berfirman,
“Dan pada sebagian malam bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’:79)

9. Pelepas ikatan setan

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setan akan mengikat kepala seseorang yang sedang tidur dengan ikatan, menyebabkan kamu tidur dengan cukup lama. Apabila seseorang itu bangkit seraya menyebut nama Allah, maka terlepaslah ikatan pertama, apabila ia berwudhu maka akan terbukalah ikatan kedua, apabila di shalat akan terbukalah ikatan semuanya. Dia juga akan merasa bersemangat dan ketenangan jiwa, jika tidak maka dia akan malas dan kekusutan jiwa.”

10. Waktu utama untuk berdoa

Amru Ibn ‘Abasah berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah! Malam apakah yang paling di dengar?”, Rasulullah Saw menjawab, “Tengah malam terakhir, maka shalat lah sebanyak yang engkau inginkan, sesungguhnya shalat waktu tersebut adalah maktubah masyudah (waktu yang apabila bermunajat maka Allah menyaksikannya dan apabila berdoa maka didengar doanya)” (HR. Abu Daud)

11. Meraih kesehatan jasmani

“Hendaklah kalian bangun malam. Sebab hal itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Wahana pendekatan diri pada Allah Swt, penghapus dosa, dan pengusir penyakit dari dalam tubuh.” (HR. At-Tarmidzi)

12. Penjaga kesehatan rohani

Allah SWT menegaskan bahwa orang yang shalat tahajud akan selalu mempunyai sifat rendah hati dan ramah. Ketenangan yang merupakan refleksi ketenangan jiwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Allah Berfirman, “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melewati malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. Al-Furqan: 63-64)
Keajaiban shalat tahajud sudah terbukti, maka bertahajudlah!
Mungkin masih banyak lagi keajaiban shalat tahajud yang mungkin terlewat dari tulisan ini. Yang pasti shalat tahajud merupakan shalat yang bagus sebagai ibadah tambahan bagi kita.
Subhanallah .. Shalat tahajud benar-benar dahsyat dalam meraih kebaikan dunia akhirat .

Mendekatkan Diri Kepada Allah

Langkah Awal Mendekatkan Diri Kepada Allah

Orang yang cerdas dan berpikiran sehat adalah mereka yang mengelola (me-manage) amal-amalnya sehingga semua kegiatan mereka menjadi sempurna.
Langkah awal yang harus diperhatikan oleh seorang hamba dalam ber-suluk adalah menyucikan dan mendidik nafs serta menyempurnakan akhlak. Bagi
seorang sâlik usaha penyucian nafs lebih utama dari pada memperbanyak ibadah sunah, seperti salat sunah, puasa sunah dan sejenisnya. Karena,
seorang hamba tidak layak menghadap Allah SWT dengan hati dan nafs yang kotor. Ia hanya akan melelahkan dirinya, sebab amal yang ia kerjakan
mungkin justru membawanya ke arah kemunduran.

Jika seseorang tidak menangani urusannya secara arif, maka dikhawatirkan ia akan tersesat dan mengalami kemunduran. Karena itu seseorang hendaknya selalu memelihara sir-nya (nurani) dan memanfaatkan waktu yang ia miliki. Jangan sekali-kali ia membiarkan hatinya kosong dari fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu. Dan jangan sampai ia mengerjakan suatu perbuatan tanpa niat yang benar, karena niat adalah ruh amal.
Jika hati seseorang tidak mampu mewadahi fikr (pemikiran) yang dapat melahirkan ilmu dan niat-niat saleh, maka ia seperti hewan liar. Dalam keadaan demikian manusia akan terbiasa menghabiskan waktunya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia dan bergaul dengan orang-orang bodoh. Ia akan melakukan berbagai perbuatan buruk dan tercela. Seorang yang berakal hendaknya sadar dan memelihara hatinya.
Ketahuilah, keadaan hati yang paling mulia adalah ketika ia selalu berhubungan dengan Allah SWT. Inilah landasan amal dan sumber perbuatan-perbuatan yang baik. Cara memakmurkan batin adalah dengan selalu
menghubungkan sir (nurani) dengan Allah SWT, sedangkan cara merusaknya adalah dengan selalu melalaikan-Nya. Jika hati seseorang telah memiliki
hubungan yang kuat dengan Allah SWT, ia dengan mudah dapat melakukan berbagai amal dan ketaatan yang bisa mendekatkannya kepada Allah.

Ketahuilah, bahwa hati itu bagaikan cermin, memantulkan bayangan dari semua yang ada di hadapannya. Karena itu manusia harus menjaga hatinya, sebagaimana ia menjaga kedua bola matanya.
Orang yang mengkhususkan diri untuk beribadah kepada Allah hendaknya tidak bergaul dengan orang-orang yang jahat, bodoh dan suka berbuat tercela, sebab perilaku mereka akan mempengaruhi hati dan memadamkan cahaya bashiroh-nya.
Seorang pencari kebenaran hendaknya memperhatikan segala sesuatu yang dapat memperbaiki hatinya. Untuk memperbaiki hati diperlukan beberapa
metode, di antaranya adalah dengan selalu mengolah fikr (pemikiran) untuk membuahkan hikmah dan asror, banyak berdzikir dengan hati dan lisan, dan juga dengan menjaga penampilan lahiriah: pakaian, makanan, ucapan, serta semua perilaku lahiriah yang memberikan pengaruh nyata bagi hati. Seorang
pencari kebenaran tidak sepantasnya mengabaikan hal ikhwal hatinya.

(Memahami Hawa Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn, Putera Riyadi)

sholat sunnah

Macam-Macam sholat sunnah

 Macam shalat sunah adalah :   1.  Shalat Wudhu, Yaitu shalat sunnah dua rakaat yang bisa dikerjakan setiap selesai wudhu, niatnya :Ushalli sunnatal wudlu-I rakataini lillahi Taaalaa’ artinya : ‘aku niat shalat sunnah wudhu dua rakaat karena Allah   2.  Shalat Tahiyatul Masjid, yaitu shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan ketika memasuki masjid, sebelum duduk untuk menghormati masjid. Rasulullah bersabda ‘Apabila seseorang diantara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum shalat dua rakaat lebih dahulu’ (H.R. Bukhari dan Muslim). Niatnya :
Ushalli sunnatal Tahiyatul Masjidi  rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah tahiyatul masjid dua rakaat karena Allah
  3.   Shalat Dhuha. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika matahari baru naik. Jumlah rakaatnya minimal 2 maksimal 12. Dari Anas berkata Rasulullah ‘Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga’ (H.R. Tarmiji dan Abu Majah). Niatnya :
Ushalli sunnatal Dhuha rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah dhuha dua rakaat karena Allah
 4.   Shalat Rawatib. Adalah shalat sunnah yang dikerjakan mengiringi shalat fardhu. Niatnya :
a.   Qabliyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib. Waktunya : 2 rakaat sebelum shalat subuh, 2 rakaat sebelum shalat Dzuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar, dan 2 rakaat sebelum shalat Isya’. Niatnya:
‘Ushalli sunnatadh Dzuhri*  rakataini Qibliyyatan lillahi Taaalaa’ Artinya: ‘aku niat shalat sunnah sebelum dzuhur dua rakaat karena Allah
       * bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.
b.   Badiyyah, adalah shalat sunnah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu. Waktunya : 2 atau 4 rakaat sesudah shalat Dzuhur, 2 rakaat sesudah shalat Magrib dan 2 rakaat sesudah shalat Isya. Niatnya :
Ushalli sunnatadh Dzuhri*  rakataini Badiyyatan lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah sesudah  dzuhur dua rakaat karena Allah
       * bisa diganti dengan shalat wajib yang akan dikerjakan.
5.  Shalat Tahajud, adalah shalat sunnah pada waktu malam. Sebaiknya lewat tengah malam. Dan setelah tidur. Minimal 2 rakaat maksimal sebatas kemampuan kita. Keutamaan shalat ini, diterangkan dalam Al-Qur’an. ‘Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji’(Q.S. Al Isra : 79 ). Niatnya :
Ushalli sunnatal tahajjudi  rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah tahajjud dua rakaat karena Allah
6.  Shalat Istikharah, adalah shalat sunnah dua rakaat untuk meminta petunjuk yang baik, apabila kita menghadapi dua pilihan, atau ragu dalam mengambil keputusan. Sebaiknya dikerjakan pada 2/3 malam terakhir. Niatnya :
Ushalli sunnatal Istikharah  rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah Istikharah dua rakaat karena Allah
   7.  Shalat Hajat, adala shalat sunnah dua rakaat untuk memohon agar hajat kita dikabulkan atau diperkenankan oleh Allah SWT. Minimal 2 rakaat maksimal 12 rakaat dengan salam setiap 2 rakaat. Niatnya :
Ushalli sunnatal Haajati  rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah hajat dua rakaat karena Allah
8. Shalat Mutlaq, adalah shalat sunnah tanpa sebab dan tidak ditentukan waktunya, juga tidak dibatasi jumlah rakaatnya. ‘Shalat itu suatu perkara yang baik, banyak atau sedikit’ (Al Hadis). Niatnya :
Ushalli sunnatal rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah dua rakaat karena Allah
9.   Shalat Taubat, adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah merasa berbuat dosa kepada Allah SWT, agar mendapat ampunan-Nya. Niatnya:
Ushalli sunnatal Taubati  rakataini lillahi Taaalaa’ Artinya : ‘aku niat shalat sunnah taubat  dua rakaat karena Allah
10. Shalat Tasbih, adalah shalat sunnah yang dianjurkan dikerjakan setiap malam, jika tidak bisa seminggu sekali, atau paling tidak seumur hidup sekali. Shalat ini sebanyak empat rakaat, dengan ketentuan jika dikerjakan pada siang hari cukup dengan satu salam, Jika dikerjakan pada malam hari dengan dua salam. Cara mengerjakannya
      Niat :
 Ushalli sunnatan tasbihi rakaataini lilllahi taaalaa artinya ‘aku niat shalat sunnah tasbih dua rakaat karena Allah
a. Usai membaca surat Al Fatehah membaca tasbih 15 kali.
b. Saat ruku’, usai membaca do’a ruku membaca tasbih 10 kali
c. Saat ‘itidal, usai membaca do’a ‘itidal membaca tasbih 10 kali
d. Saat sujud, usai membaca doa sujud membaca tasbih 10 kali
e. Usai membaa do’a duduk diantara dua sujud membaca tasbi 10 kali.
f. Usai membaca doa sujud kedua membaca tasbih 10 kali.
Jumlah keseluruhan tasbih yang dibaca pada setiap rakaatnya sebanyak 75 kali. Lafadz bacaan tasbih yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Subhanallah wal hamdu lillahi walaa ilaaha illallahu wallahu akbar’ artinya : ‘Maha suci Allah yang Maha Esa. Segala puji bagi Akkah, Dzat yang Maha Agung’.
11. Shalat Tarawih,  adalah shalat sunnah sesudah shalat Isya’pada bulan Ramadhan. Menegenai bilangan rakaatnya disebutkan dalam hadis. ‘Yang dikerjakan oleh Rasulullah saw, baik pada bulan ramadhan atau lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat’ (H.R. Bukhari). Dari Jabir ‘Sesungguhnya Nabi saw telah shallat bersama-sama mereka delapan rakaat, kemudian beliau shalat witir.’ (H.R. Ibnu Hiban)
Pada masa khalifah Umar bin Khathtab, shalat tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat dan hal ini tidak dibantah oleh para sahabat terkenal dan terkemuka. Kemudian pada zaman Umar bin Abdul Aziz bilangannya dijadikan 36 rakaat. Dengan demikian bilangan rakaatnya tidak ditetapkan secara pasti dalam syara’, jadi tergantung pada kemampuan kita masing-masing, asal tidak kurang dari 8 rakaat. Niat shalat tarawih :
Ushalli sunnatan Taraawiihi rakataini (Imamam/makmuman) lillahi taaallaa’ artinya : ‘Aku niat shalat sunat tarawih dua rakaat (imamam/makmum) karena Allah
12. Shalat Witir, adalah shalat sunnat mu’akad (dianjurkan) yang biasanya dirangkaikan dengan shalat tarawih, Bilangan shalat witir 1, 3, 5, 7 sampai 11 rakaat. Dari Abu Aiyub, berkata Rasulullah ‘Witir itu hak, maka siapa yang suka mengerjakan lima, kerjakanlah. Siapa yang suka mengerjakan tiga, kerjakanlah. Dan siapa yang suka satu maka kerjakanlah’(H.R. Abu Daud dan Nasai). Dari Aisyah : ‘Adalah nabi saw. Shalat sebelas rakaat diantara shalat isya dan terbit fajar. Beliau memberi salam setiap dua rakaatdan yang penghabisan satu rakaat (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ushalli sunnatal witri rakatan lillahi taaalaa’artinya : ‘Aku niat shalat sunnat witir dua rakaat karena Allah
13. Shalat Hari Raya, adalah shalat Idul Fitri pada 1 Syawal dan Idul Adha pada 10 Dzulhijah. Hukumnya sunat Mu’akad (dianjurkan).’Sesungguhnya kami telah memberi engkau (yaa Muhammad) akan kebajikan yang banyak, sebab itu shalatlah engkau dan berqurbanlah karena Tuhanmu pada Idul Adha – ‘(Q.S. Al Kautsar.1-2)Dari Ibnu Umar ‘Rasulullah, Abu Bakar, Umar pernah melakukan shalat pada dua hari raya sebelum berkhutbah.’(H.R. Jama’ah). Niat Shalat Idul Fitri :
Ushalli sunnatal liiidil fitri rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa’ artinya : ‘Aku niat shalat idul fitri dua rakaat (imam/makmum) karena Allah
Niat Shalat Idul Adha :
Ushalli sunnatal liiidil Adha rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa’ artinya : ‘Aku niat shalat idul adha dua rakaat (imam/makmum) karena Allah
Waktu shalat hari raya adalah setelah terbit matahari sampai condongnya matahari. Syarat, rukun dan sunnatnya sama seperti shalat yang lainnya. Hanya ditambah beberapa sunnat sebagai berikut:
a.  Berjamaah
b.  Takbir tujuh kali pada rakaat pertama, dan lima kali pada rakat kedua
c.  Mengangkat tangan setinggi bahu pada setiap takbir.
d.  Setelah takbir yang kedua sampai takbir yang terakhir membaca tasbih.
e.  Membaca surat Qaf dirakaat pertama dan surat Al Qomar di rakaat kedua.
Atau surat A’la dirakat pertama dan surat Al Ghasiyah pada rakaat kedua.
f.   Imam menyaringkan bacaannya.
g.  Khutbah dua kali setelah shalat sebagaimana khutbah jum’at
h.  Pada khutbah Idul Fitri memaparkan tentang zakat fitrah dan pada Idul
Adha tentang hukum-hukum Qurban.
i.   Mandi, berhias, memakai pakaian sebaik-baiknya.
j.   Makan terlebih dahulu pada shalat Idul Fitri pada Shalat Idul Adha
sebaliknya.
14. Shalat Khusuf, adalah shalat sunat sewaktu terjadi gerhana bulan atau matahari. Minimal dua rakaat. Caranya mengerjakannya :
a. Shalat dua rakaat dengan 4 kali ruku’ yaitu pada rakaat pertama, setelah ruku’ dan I’tidal membaca fatihah lagi kemudian ruku’ dan I’tidal kembali setelah itu sujud sebagaimana biasa. Begitu pula pada rakaat kedua.
b. Disunatkan membaca surat yang panjang, sedang membacanya pada waktu gerhana bulan harus nyaring sedangkan pada gerhana matahari sebaliknya.
Niat shalat gerhana bulan :
Ushalli sunnatal khusuufi rakataini  lillahitaaalaa’ artinya : ‘Aku niat shalat gerhana bulan  dua rakaat  karena Allah
15. Shalat Istiqa,adalah shalat sunat yang dikerjakan untuk memohon hujan kepada Allah SWT. Niatnya ‘
Ushalli sunnatal Istisqaa-I  rakataini (imamam/makmumam) lillahitaaalaa’ artinya : ‘Aku niat shalat istisqaa dua rakaat (imam/makmum) karena Allah
Syarat-syarat mengerjakana Shalat Istisqa :
a.  Tiga hari sebelumnya agar ulama memerintahkan umatnya bertaobat dengan berpusa dan meninggalkan segala kedzaliman serta menganjurkan beramal shaleh. Sebab menumpuknya dosa itu mengakibatkan hilangnya rejeki dan datangnya murka Allah. ‘Apabila kami hendak membinasakan suatu negeri, maka lebih dulu kami perbanyak orang-orang yang fasik, sebab kefasikannyalah mereka disiksa, lalu kami robohkan (hancurkan) negeri mereka sehancur-hancurnya’(Q.S. Al Isra’ : 16).
b.  Pada hari keempat semua penduduk termasuk yang lemah dianjurkan pergi kelapangan dengan pakaian sederana dan tanpa wangi-wangian untuk shalat Istisqa’
c.  Usai shalat diadakan khutbah dua kali. Pada khutbah pertama hendaknya membaca istigfar 9 X dan pada khutbah kedua 7 X.
Pelaksanaan khutbah istisqa berbeda dengan khutbah lainnya, yaitu :
a.  Khatib disunatkan memakai selendang.
b.  Isi khutbah menganjurkan banyak beristigfar, dan berkeyakinan bahwa Allah SWT akan mengabulkan permintaan mereka.
c.  Saat berdo’a hendaknya mengangkat tangan setinggi-tingginya.
Saat berdo’a pada khutbah kedua, khatib hendaknya menghadap kiblat membelakangi makmumnya

Sholat Jumat

Sholat Jumat: Pengertian, Hukum, Keutamaan, dan Sunnahnya


Pengertian Sholat Jumat


Sholat Jumat adalah sholat 2 rokaat yang dilakukan di hari Jumat secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur.

Untuk dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah yang hadir harus minimal 40 orang dan dilakukan di masjid yang dapat menampung banyak jamaah.

Jika Anda ingin sholat Jumat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, momen berumroh di bulan November atau umroh Desember akhir tahun ini adalah saat yang paling tepat untuk Anda.

Hukum Sholat Jumat


Hukum sholat jumat bagi laki-laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil sholat Jumat yang diambil dari Al Qur’an, As-Sunnah dan ijma atau kesepakatan para ulama. Dalilnya adalah surat Al Jumu’ah ayat 9 yang berbunyi,

Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli."

Sedangkan hadist Nabi yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat Jumat adalah dari hadist Thariq bin Syihab yang bunyinya,

Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan), yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." (HR. Abu Dawud)

Jadi, hukum shalat Jum’at bagi laki-laki adalah fardhu ‘ain, yakni wajib dilakukan bagi setiap laki-laki. Sedangkan bagi wanita tidak diwajibkan, namun tetap harus melaksanakan sholat Dhuhur.


Yang Diwajibkan Sholat Jumat


Hal-hal yang perlu diketahui tentang siapakah yang diwajibkan untuk melakukan sholat Jumat, berikut penjelasannya.

  1. Muslim yang sudah baligh dan berakal. Meski anak laki-laki yang belum baligh belum mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat namun hendaknya anak laki-laki yang sudah mumayyiz (berumur sekitar 7 tahun ) maka orang tua atau walinya diminta untuk memerintahkan anak tersebut menghadiri sholat Jumat.
  2. Laki-laki. Tidak ada kewajiban melakukan sholat Jumat bagi perempuan. Maka hukum sholat Jumat bagi wanita adalah mubah.
  3. Orang yang merdeka, bukan budak sahaya. Pada poin ini, terdapat perbedaan pendapat antar ulama, karena berdasarkan hadist, hamba sahaya atau budak tidak wajib melakukan sholat Jumat. Dasar pemikirannya adalah karena tuannya sangat memerlukan tenaganya sehingga sang hamba sahaya tidak dapat leluasa melakukan sholat Jumat. Namun sebagian ulama menyatakan, bila majikannya mengizinkan dirinya untuk melakukan sholat Jumat maka sang hamba sahaya wajib menghadiri sholat Jumat tersebut karena tidak ada lagi uzur yang menghalangi. Pendapat ini dikuatkan oleh as-Syaikh Muhammad bin Shalih as-‘Utsaimin (Asy-SyarhulMumti’ 5/9).
  4. Orang yang menetap dan bukan musafir ( orang yang sedang bepergian ). Dasar pemikirannya adalah ketika Rasulullah SAW dahulu melakukan safar atau bepergian, beliau tidak melakukan sholat Jumat dalam safarnya. Pun ketika Nabi SAW menunaikan haji wada’ di Padang Arafah ( wukuf ) pada hari Jumat beliau menjama’ sholat dhuhur dan ashar dan tidak melakukan shalat Jumat.
  5. Orang yang tidak memiliki halangan atau uzur yang dapat mencegahnya menghadiri shalat Jumat. Apabila orang tersebut memiliki halangan, maka dia hanya wajib melakukan sholat dhuhur saja. Diantara orang yang memiliki uzur dan diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab keamanan dan kemaslahatan umat, diantaranya adalah petugas keamanan, dokter dan sebagainya.
  6. Orang sakit yang membuatnya tidak mampu menghadiri shalat Jumat dan akan menemui kesulitan untuk melaksanakan bukan sekedar perkiraan, seperti terkena diare misalnya, maka diperbolehkan tidak melakukan shalat Jumat. 
Maka bagi yang diwajibkan sholat Jumat sebagaimana di atas namun tidak mengerjakan dengan uzur syar’i, hukum meninggalkan sholat Jumat adalah haram.

"Barang siapa yang meninggalkan shalat jum’at 3 (tiga) kali tanpa sebab maka Allah akan mengunci mata hatinya." (H.R. Malik)

Hadist lain pun menyebutkan

"Barang siapa yang tidak mengerjakan Shalat Jum’at tiga kali karena meremehkannya maka Allah akan mengunci mata hatinya." (H.R. At Tirmidzi)

Keutamaan Sholat Jumat dan Sejarah Sholat Jumat


Keutamaan hari Jumat dalam Islam adalah hari Jumat merupakan penghulunya hari (sayyidul ayyam). Hari Jum’at pun oleh umat beragama Islam dianggap sebagai hari istimewa, hal ini karena Nabi Adam As diciptakan pada hari Jum’at serta dimasukkannya beliau ke dalam surga. Selain itu, pada hari jum’at juga hari saat nabi Adam dikeluarkan dari surga menuju bumi, serta terjadinya kiamat yang juga akan terjadi di hari Jum’at sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadist. Dari Aus bin ‘Aus, Rasulullah bersabda,

Sesungguhnya diantara hari kalian yang paling utama adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan dan pada hari itu pula Adam diwafatkan, di hari itu tiupan sangkakala pertama dilaksanakan, di hari itu pula tiupan kedua dilakukan”. (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad). 

Pada hari Jum’at juga diyakini sebagai waktu yang mustajab untuk berdoa dan dosa-dosa diampuni hingga hari Jum’at berikutnya bila kita bertaubat dan memperbanyak membaca istighfar. Sehingga hikmah sholat Jumat sangat besar sekali.


Sunnah Jumat (Hal-hal yang dilakukan di hari  Jumat)


Setelah mengetahui bahwa shalat Jumat hukumnya wajib bagi laki-laki serta memahami keutamaan sholat Jumat selain sebagai penambah pahala juga sebagai penghapus dosa, maka yang kemudian harus diketahui adalah hal-hal yang disunnahkan oleh Nabi sebelum dan sesudah melakukan shalat Jumat di masjid.


Sunnah-sunnah Sebelum Sholat Jumat

  1. Mandi 
  2. Memotong kuku dan mencukur kumis
  3. Memakai pakaian yang rapi dan bersih ( lebih diutamakan berwarna putih )
  4. Memakai wangi-wangian. Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan memakai pakaian yang terbaik yang dimiliki, memakai harum-haruman jika ada, kemudian pergi melaksanakan shalat Jumat dan di sana tidak melangkahi bahu manusia lalu mengerjakan shalat Sunnah, kemudian imam datang dan ia diam sampai selesai shalat jumat maka perbuatannya itu akan menghapuskan dosa antara jumat itu dan jumat sebelumnya
  5. Berdoa ketika keluar rumah
  6. Segera menuju masjid dengan berjalan kaki perlahan-lahan dan tidak banyak bicara.
  7. Ketika masuk ke masjid melangkah dengan kaki kanan dan membaca doa.
  8. Melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid. 
  9. I’tikaf sambil membaca Al Qur’an, berdzikir atau bersholawat  ketika khatib belum naik ke mimbar, namun bila khatib telah naik ke mimbar hendaknya para jamaah menghentikan dzikir atau bacaan Al Qur’an dan mendengarkan khotbah jumat.


Sunnah-sunnah Setelah Sholat Jumat

Setelah shalat Jumat, jamaah disunnahkan membaca dzikir dan mengerjakan shalat sunnah ba’diyah Jumat baik saat di masjid atau ketika telah berada di rumah.

Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW mengerjakan shalat sesudah shalat jumat dua rakaat di rumahnya. (HR. Al Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah)

Di hari Jumat kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat atas Nabi SAW. Dari Abu Umamah , Rasulullah SAW bersabda,

Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jumat. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku setiap Jumat. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti”. (HR. Baihaqi).

Kebiasaan Nabi yang lain pada setiap hari Jumat adalah membaca surat Al Kahfi, rentang waktunya dimulai sejak terbenamnya matahari di hari Kamis hingga terbenamnya matahari di hari Jumat.

Rasulullah bersabda,

Barangsiapa membaca surat al Kahfi pada hari Jumat, akan bersinar baginya cahaya antara dirinya dan Baitul Haram”. (HR. Baihaqi).

Datang ke masjid lebih awal juga merupakan perbuatan yang utama bagi laki-laki yang akan menunaikan shalat jamaah Jumat. Sebagaimana sebuah hadist yang menyebutkan, dari Abu Hurairah berkata,  Rasulullah SAW bersabda,

Pada hari Jumat di setiap pintu masjid ada beberapa malaikat yang mencatat satu persatu orang yang hadir sholat jumat sesuai dengan kualitas kedudukannya. Apabila imam datang atau telah naik mimbar, maka para malaikat itu menutup lembaran catatan tersebut lalu mereka bersiap-siap mendengarkan khotbah sholat Jumat. Orang yang datang lebih awal diumpamakan seperti orang yang berqurban seekor unta gemuk, orang yang datang berikutnya seperti yang berqurban sapi  dan orang yang datang berikutnya seperti orang yang berqurban kambing. Yang datang selanjutnya seperti orang yang bersedekah seekor ayam dan berikutnya yang terakhir seperti orang yang bersedekah dengan sebutir telur. (HR. Bukhori).


Bacaan Doa Sholat Jumat (Niat Shalat Jumat)


Adapun pelaksanaan sholat jum’at sama seperti sholat lainnya. Di mulai dengan membaca niat sholat Jum’at seperti dibawah ini:


niat-sholat-jumat
Artinya: "Aku niat shalat fardhu jumat 2 rakaat menghadap kiblat mengikuti imam karena Allah ta'ala."

Catatan penting: Jika menjadi IMAM maka kata MA'MUUMAN di ganti menjadi IMAAMAN.

Setelah membaca niat shalat Jum’at tersebut, maka Anda dapat melanjutkan dengan bacaan Takbirotul Ikhram dan Membaca Surat Iftitah, dilanjutkan dengan membaca Surat Al Fatihah seperti pada saat melaksanakan sholat seperti biasa.

Setelah Anda membaca Surat Al Fatihah lanjutkan membaca surat-surat dalam  Al-Qur’an dan disunnahkan membaca surat yang agak panjang ayatnya. Kemudian setelah itu laksanakan ruku, itidal, sujud, duduk di antara sujud, sujud kedua dan kembali berdiri untuk raka’at kedua sampai tasyahud akhir hingga salam.

Setelah melaksanakan sholat Jum’at maka duduklah dengan khusyu sambal berdzikir kepada Allah SWT. Perbanyaklah membaca dzikir seperti istighfar, shalawat Nabi Muhammad Saw, tahmid, dan tasmih yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dan berdoa sebagaimana seperti setelah menunaikan shalat-shalat seperti biasa.

shalawat-shalat-jumat


Contoh Khutbah Sholat Jumat


Contoh naskah teks/naskah sholat Jumat Insya Allah akan diberikan dalam satu artikel berikutnya.


Cara-cara Sholat Jumat dan Rukun Sholat Jumat


Cara sholat Jumat, rukun sholat Jumat, dan rakaat sholat Jumat adalah seperti sholat sunnah 2 rokaat. Perbedaannya adalah di niat seperti yang sudah ditulis di atas dan sebelum memulai shalat, kita mendengarkan dua khotbah yang dilakukan oleh Khatib setelah adzan sholat Jum’at.

Demikianlah, beberapa hal yang wajib diketahui oleh laki-laki para jamaah shalat Jumat dan juga para perempuan agar dapat mengingatkan ayah atau suami atau teman sekerjanya tentang kewajiban, keutamaan sholat Jumat, dan amalan-amalan penting yang sebaiknya dikerjakan menjelang dan setelah shalat Jumat. Semoga Allah memberkahi kita semua. Aamiin.

Memandikan Jenazah

Syarat dan Tata Cara Memandikan Jenazah

21198
Cara Memandikan Jenazah. Hukum memandikan jenazah termasuk dalam fardhu kifayah menurut golongan jumhur ulama, Fardhu Kifayah berarti kewajiban yang bagi setiap mukallaf. Apabila ada sebagian mukallaf yang mengurus jenazah tersebut, berarti sudah gugur kewajibannya.
Hal ini merujuk kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn.
Artinya, “Dari Ibnu Abbas, bahwa Rosululloh bersabda mengenai seseorang yang jatuh dari kendaraannya, kemudian meninggal.”Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara.” (HR Bukhari 1186 dan Muslim 2092)

Syarat Memandikan Jenazah

Orang yang berhak untuk memandikan jenazah diantaranya memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. Orang yang berakal, muslim, baligh dan cukup umur.
  2. Niat bagi orang yang memandikan jenazah.
  3. Orang sholih, jujur dan dapat dipercaya.

Orang yang Diutamakan Dalam Memandikan Jenazah

Apabila jenazah laki-laki, maka yang berhak memandika jenazah adalah laki-laki dari keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang bisa memandikan, maka boleh diwakili oleh orang laki-laki lain yang bisa memandikannya. Jika tidak ada orang laki-laki, maka yang diutamakan untuk memandika adalah istrinya maupun mahram-mahramnya perempuan.
Apabila jenazahnya perempuan, maka yang paling utama berhak memandikannya adalah keluarganya. Jika dari pihak keluarga tidak ada yang mampu untuk memandikannya, maka boleh perempuan lain yang mampu dan biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada yang mampu maka suaminya sendiri, setelah itu baru mahram-mahramnya yang laki-laki.
Apabila jenazahnya perempuan yang tidak memiliki suami dan semua penduduk yang ada di daerah tersebut laki-laki semuanya, maka jenazah tersebut tidak dimandikan. Akan tetapi jenazah tersebut ditayamumkan dengan lapis tangan. Hal ini sesuai dengan sabda Rosululloh:
hadits rosul jenazah
Artinya: Jika seorang perempuan meninggal di lingkungan laki-laki atau jenazah laki-laki meninggal dilingkungan perempuan dan tiada laki-laki selainnya, maka hendaklah mayat-mayat tersebut di tayamumkan, kemudian dimakamkan. Keduanya itu sama halnya dengan orang yang tidak mendapatkan air. (HR. Abu Dawud dan Al-Baihaqi).

Tata dan Cara Memandikan Jenazah

Dalam memandikan jenazah ada beberapa cara yang harus dipenuhi. Sebagai umat muslim hendaklah dalam keadaan suci, baik ketika hidup maupun mati. Berikut tata dan cara memandikan jenazah:

Alat-alat yang digunakan

car memandikan jenazah
microcyber2.blogspot.com
  • Air.
  • Kapas.
  • Shampo.
  • Kapur barus.
  • Daun bidara.
  • Minyak wangi.
  • Pengusir bau busuk.
  • Sebuah spon penggosok.
  • Penutup aurat jenazah.
  • Dua sarung tangan (Untuk petugas yang memandikan).
  • Alat penggerus (Sebagai penghalus kapur barus dan spon-spon plastik).
  • Masker (Penutup hidung bagi petugas).
  • Gunting (Sebagai pemotong pakaian jenazah).

Menutup Aurat Jenazah

cara memandikan mayit
fiqhindonesia.com
Disarankan ketika jenazah dimandikan, auratnya tertutup dan melepas pakaiannya serta menutupinya dengan kain agar tidak terlihat oleh orang banyak, karena untuk menjaga bagian dari jenazah yang tidak patut untuk dilihat.
Diusahakan agar tempat pemandian agak miring ke arah kakinya, tujuannya agar air dan semua yang keluar dari jasadnya bisa mengalir dengan mudah.

Memandikan Jenazah

cara memandikan jenazah
fiqhindonesia.com
Pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas yaitu melunakkan persendian jasad tersebut terlebih dahulu. apabila kuku jenazah panjang, hendaklah memotongnya, begitu juga dengan bulu ketiaknya, adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena merupakan aurat besar.
Setelah itu kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk dan mengurut perutnya dengan perlahan hingga semua kotoran dalam perutnya keluar.
Petugas yang memandikan jenazah hendaknya memakai sarung tangan maupun kain untuk membersihkan qubul dan dhuburnya tanpa harus melihat maupun menyentuh auratnya.

Mewudhukan Jenazah

cara memandikan jenazah
fiqhindonesia.com
Setelah jenazah dimandikan, kemudian petugas yang memandikan mewudhui jenazah sebagaimana wudhu sebelum sholat. Dalam mewudhui jenazah tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut jenazah,-
akan tetapi petugas cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain, kemudian membersihkan bibir jenazah, menggosok gigi dan kedua lubang hidungnya hingga bersih.
Selanjutnya disarankan untuk menyela jenggot dan mencuci rambut jenazah menggunakan busa perasan daun bidara atau dengan menggunakan perasan sabun, kemudian sisa perasan daun bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur tubuh jenazah.

Membasuh Tubuh Jenazah

cara memandikan jenazah
fiqhindonesia.com
Membasuh jenazah dusunnahkan untuk mendahulukan anggota badan sebelah kanan. Pertama membasuh tekuknya yang sebelah kanan, kemudian bahu dan tangan kanannya, kemudian betis, paha dan telapak kaki sebelah kanannya.
Selanjutnya petugas membalikkan tubuhnya dengan posisi miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh belahan punggungnya sebelah kanan. Setelah anggota tubuh sebelah kanan telah selesai, kemudian dengan cara yang sama membasuh anggota badan yang sebelah kiri.

Jumlah Memandikan Jenazah

Dalam memandikan jenazah diwajibkan satu kali, akan tetapi jika sebanyak tiga kali dihukumi sebagai sunnah atau lebih baik (Afdhal). Jumlah dalam memandikan jenazah tergantung pada kotoran yang terdapat pada jenazah.
Apabila satu atau tiga kali kotoran tersebut belum dikatakan suci atau bersih, maka dapat dimandikan sebanyak tujuh kali mandi.
Disarankan air yang digunakan untuk memandikan yang terakhir kalinya dicampur dengan kapur barus. Dalam hal ini agar airnya menjadi sejuk dan menimbulkan bau harum pada jenazah.
Dianjurkan juga untuk menggunakan air yang sejuk, kecuali jika dibutuhkan air panas untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada jenazah. Diperbolehkan juga menggunakan sabun dalam menghilangkan kotoran pada jenazah.
Akan tetapi dilarang untuk mengerik atau menggosoknya. Diperbolehkan juga untuk menyiwaki gigi jenazah dan menyisir rambutnya.
Setelah semua proses pemandian sudah dilaksanakan, kemudian petugas menghanduki jenazah dengan kain atau semisalnya. Jika menemukan kukunya panjang, hendaklah dipotong.
Jika jenazah tersebut perempuan, maka rambut kepalanya dipintal atau dipilah menjadi tiga pilahan, kemudiann diletakkan di sebelah belakang punggungnya.

Peringatan-peringatan

cara memandika jenazah
fiqhindoa.com
  • Apabila jenazah sudah dimandikan sampai tujuh kali, akan tetapi masih keluar kotoran tinja dan sebagainya, maka hendaklah dibersihkan dengan menggunaka air dan menutupnya dengan kapas. akan tetapi jika keluarnya setelah dikafani, maka dibiarkan saja, karena hal tersebut akan merepotkan.
  • Apabila ada orang yang meninggal dalam keadaan mengenakan kain ihram saat haji, maka cara pemandiannya sama seperti yang telah dijelaskan diatas dan ditambah dengan siraman dari perasan daun bidara. Akan tetapi yang membedakan adalah tidak perlu dikasih pewangi dan tidak perlu ditutupi kepalanya. Hal ini sesuai sabda Nabi tentang jenazah yang menunaikan haji.
  • Orang meninggal karena peperangan membela agama atau syahid, maka jasadnya tidak perlu dimandikan dan disholatkan, hendakklah di kubur bersama pakaian yang dikenakannya.
  • Janin yang gugur berusia empat bulan, maka wajib di urus sebagaimana mestinya orang dewasa meninggal dan di beri nama.
  • Apabila ada halangan dalam memandikan jenazah, misalnya karena tidak ada air atau jenazahnya dalam keadaan tidak utuh, maka cukup ditayamumkan. Cara mentayamumkannya yaitu petugas menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah, kemudian mengusapkannya ke bagian wajah dan punggung jenazah.
  • Hendaknya petugas yang memandikan atau yang mengurus jenazah menutupi semua aib yang ada pada jenazah, baik dari segi fisik maupun kejadian-kejadian yang lain.